Oleh:
Muhammad Singgih
Muhammad Singgih
Teringat kisah Hamid, dalam serial TV itu. Betapa akhlaknya melangit, perilakunya terpuji. Bahkan ia sampai meminta izin untuk mengambil buku yang sudah dibuang oleh pemiliknya di tempat sampah. Betapa besar cintanya pada baginda Nabi, tingkah lakunya adalah cerminan cintanya. Mungkin sebagian pembaca ada yang pesimis, seraya berkata “mana ada sosok seperti itu di Indonesia, di zaman sekarang?. Di timur tengah, mesir atau arab mungkin banyak itu pun di zaman dahulu kala”. Demi Allah, besar harapan saya akan muncul sosok-sosok seperti Hamid yang kelak akan memimpin Indonesia yang sejatinya adalah sepenggal jannah. Semoga.
Mari
lanjutkan perkenalan kita dengan Baginda Nabi.
Beliau orang besar, tak ada yang
membantah. Hidup bersama pamannya sepeninggal wafat kakeknya. Menggembala
kambing untuk melanjutkan hidupnya. Jauh dari hingar bingar politik, tetapi
imajinasinya membangun sebuah kepemimpinan pada kambing-kambingnya seperti yang
ia saksikan saat sang kakek memimpin makkah.
Beliau seorang panglima, administrator
yang tak ada bandingnya dalam sejarah. Sepuluh tahun di Madinah, 30 an ghazwah beliau pimpin sendiri ditambah
dengan 300 datasemen yang beliau bentuk. Dari segi jumlah saja, Napoleon
Bonaparte, George Washington, atau Simon Bolivar tidak ada seujung kukunya.
Wibawanya berbeda dengan Kisra maupun
Caesar. Bahkan Umar pernah menangis menyaksikan belilau tidur beralas tikar
kulit kasar yang disusun rerumputan. “sungguh yaa Rasulullah, Kisra dan Caesar
bersandar di atas bantal dan permadani suteranya, palayan pun hilir mudik
melayani mereka, sementara kedudukanmua di sisi Allah jauh lebih mulia”. Begitulah
kira-kira keluh Umar. “Apakah engkau tidak ridha melihat mereka mendapat dunia
sedangkan kita menyimpan akhirat wahai Ibnul Khaththab”. Begitulah jawab Nabi
dengan senyum termanis yang pernah disaksikan dunia.
Beliau adalah negosiator ulung, paling
brilian. Ingatkah antum semua sengketa Hajar Aswad dan perjanjian Hudaibiyah
adalah sedikit kiprahnya. Beliau juga melakukan korespondensi paling berani
dengan berkirim surat kepada penguasa-penguasa sekelas Caesar atau pun kisra di
zaman nya. Peristiwa ini pula lah yang belakangan bisa kita gunakan sebagai
bantahan kaum Liberal pengusung pluralisme Agama, yang menyatakan semua agama
benar menuju satu keselamatan.
Beliau adalah suami yang sempat mengajak
istri balap lari. Atau meredakan kecemburuan sag istri dengan memencet
hidungnya. Panggilan mesra Khumairaa pada
Aisyah yang pipinya selalu merona merah. Di sela masa sibuk memimpin umat
muslim, beliau sempat menambal baju, menggiling gandum bahkan memerah susu sapi
untuk santapanya.
Begitu luwes, tidak kaku, pemimpin besar
ini menjadi ayah yang menimang Ibrahim sang putera.
Beliau adalah teman duduk yang
mengasyikan, candaannya tak pernah berbumbu dusta. “Wahai pemilik dua telinga!”
panggilan pada Az Zubair yang membuat para sahabat lainnnya tergelak, tertawa.
Penampilannya begitu sederhana, tak ingin berbeda dari sahabatnya. Tetapi tetap
saja beliau selalu rapi, wangi, dan meyejukkan mata. Baginda Nabi, baru sebatas
ini cinta kami pada mu...
Mari bersenandung bersama Raihan:
Terpadam
api biara majusi
Runtuhlah
istana kisra Parsi
Mekkah
diterangi cahaya putih
Tanda
lahir Nabi anak yatim.
Kepada semesta ia membawa Risalah Al
Quran, Kalamullah yang dinuzulkan berangsur-angsur sejak dari bukit cahaya ‘jabal
nur’. Pada malam qadar yang mengungguli seribu bulan, menggemakan Iqra menjadi
tonggak peradaban, menyemaikan kata cinta, adil, setara, taat, merdeka, hak
asasi, dan seterusnya.
Daftar pustaka:
Karena Ku Cinta Baginda Nabi (ust
Habiburrahman el shirazy)
Kajian ahad pagi KH Fakhrudin Al Bantani
Saksikanlah Bahwa Aku Seorang Muslim
(ust Salim a Fillah)
Dll.
Semoga jadi sumber jariyah bagi penulis
pribadi dan tiga tokoh di atas. Amin