Minggu, 22 Juli 2012

Transformasi Santri Salaf di Universitas "Islam"

Seorang santri di Indonesia adalah sosok yang tak bisa ditinggalkan begitu saja, ia adalah bagian dari sejarah Indonesia ini, mujahid nasional yang berani bertaruh jiwa dan raganya hanya untuk satu kemerdekaan indonesia. Semangatnya dalam berjuang menakuti semua penjajah yang pernah datang ke Indonesia, hingga Snouck Hurgronje belajar cara mengalahkan mereka.
Santri adalah bagian terunik yang pernah hidup di Indonesia, perjalanan hidupnya sangat lain dengan perjalanan hidup manusia-manusia indonesia yang belum pernah nyantri. Ketika berbicara masalah ukhuwwah, santrilah yang tau. Sebab, mereka sepenanggunan, tidur bersama, makan dalam kebersamaan, bahkan melakukan kejelekan pun juga dilakukan berlandaskan ukhuwwah. Itulah uniknya mereka.
Namun, ada satu pemahaman yang mengakar (baca: ideologi) di kalangan santri, yaitu sendiko dawuh kyai atau apapun kata kyainya santri akan tetap mengikuti. Seperti jaman Nabi Muhammad saw, ketika beliau menyuruh salah seorang sahabatnya, jawab seorang sahabatnya adalah sami’na wa atho’na(kami dengar dan kami laksanakan). Itu terjadi hingga RasuluLLAH wafat, setelah rasuluLLAH wafat, para sahabat yang ahli ilmu diberikan keluasan untuk menjadi seorang mujtahid. Artinya ada perintah yang langsung dilaksanakan dan ada perintah yang perintahnya itu masih global sehingga membutuhkan penafsiran yang banyak.
Fenomena sendiko dawuh kyai ini hingga sekarang masih berlaku. Dan ini tidak salah. Justru ini yang membuat santri itu patuh kepada kyainya. Dan karena kepatuhannya kepada kyai ini, terkadang tidak sedikit yang kemudian dia diangkat menjadi sekretaris pribadi, ajudan, atau bahkan mantu/besan dari kyai tersebut.
Itu tadi sekelumit kisah ideologi santri dengan sendiko dawuh kyainya. Sekarang bagaimana jika santri tersbut masuk ke dalam sebuah universitas. Yang memahami bahwa tidak ada kebenaran yang absolute, tidak ada kata sendiko dawuh kyai lagi. Pemikiran di universitas yang benar-benar liberal. Semua orang berhak atas pemikirannya sendiri, semua orang berhak menguji hipotesisnya atas problematika yang dilihatnya. Dosen dalam hal ini mungkin kyai, dia hanya menjadi perantara, bukan yang memberi ilmu. Ilmu-ilmu yang berserakan di universitas tidak hanya milik dosen, tapi juga mahasiswa. Artinya disini, kebebasan berpikir dan kemerdekaan berpikir dan kebebasan berkehendak menjadi sebuah budaya. Jika ketiga hal tersebut tidak ada di mahasiswa, maka itu bukan mahasiswa yang selalu ingin berkehendak merdeka tanpa intimidasi darimanapun.
Benturan ideologi inilah yang kemudian hingga sekarang masih ada sebagian santri yang menjadi mahasiswa. Mereka dibingungkan ternyata sendiko dawuh kyainya sudah tidak berlaku di universitas. Beruntung, jika santri yang telah menjadi mahasiswa tersebut bisa menyesuaikan diri, artinya setiap perkataan dosennya masih bisa dicerna dengan bagus, tidak ‘dimakan mentah-mentah’. Lantas bagaimana jika santri yang menjadi mahasiswa dan belum menyesuaikan dirinya? Bisa jadi dia hidup dalam tekanan kehidupan, apa yang dikatan dosen dengan kyianya tidak sesuai. Mana yang harus diambilnya? Jadi perkataan salah seorang ulama mesir ada benarnya : “Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali Al-Ma’shum(RasuluLLAH) saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf ra dan sesuai dengan Kitab serta Sunnah, maka harus kita terima. Jika tidak sesuai dengannya maka KitabuLLAH dan sunah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti.”
Seorang santri yang menjadi mahasiswa berarti harus siap untuk menjadi seorang mujtahid, walaupun levelnya tidak seperti 4 orang mujtahid fiqh (Imam Hambal, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hanafi). Tapi setidaknya ini memunculkan kebebasan berpikir seorang mahasiswa dan juga menyatukan pemahaman santrinya agar lebih memperdalam ilmu yang dimilikinya.
»»  READMORE...

Jumat, 20 Juli 2012

Indikasi Gagal Meraih Keutamaan Ramadhan

Alhamdulillah, Allah swt kembali memberi kesempatan pada kita untuk bertemu dengan Ramadhan Mubarak. Bulan yang di dalamnya segala keberkahan Allah curahkan kepada hamba-hamba yang beriman.

Allah swt memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, agar menjadi insan yang bertaqwa. Sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS.Al Baqarah : 183)

Tentu setiap kita ingin mendapatkan kesuksesan hakiki di bulan Ramadhan dengan predikat taqwa yang melekat pada diri. Segala daya upaya dikerahkan agar cita-cita mulia menjadi generasi muttaqin dapat diraih jika Ramadhan berlalu.

Namun, banyak diantara kita yang ternyata gagal mendapatkan kemuliaan Ramadhan yang sejatinya begitu luas terbentang. Perlu kewaspadaan, sebab, terkadang hal-hal berikut ini tanpa kita sadari menjadi penyebab gagalnya kita meraih keutamaan Ramadhan:

Kurang Persiapan

Banyak Ramadhan terlewat karena kelemahan yang disebabkan kurangnya persiapan kita di bulan Sya’ban. Misalnya, tidak membiasakan diri bangun di malam hari untuk Qiyamullail. Atau tidak melakukan puasa Sya’ban sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Jika ibadah-ibadah tersebut tidak kita biasakan di bulan-bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan, terutama pada bulan Sya'ban, niscaya akan terasa berat diri kita untuk beribadah dengan maksimal di bulan Ramadhan.

Menunda Pelaksanaan Shalat Fardhu

Allah swt berfirman:

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan,” (QS.Maryam : 59)

Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya setelah adzan berkumandang.

Malas Melaksanakan Ibadah Sunnah

Betapa merugi hamba yang tidak gemar melaksanakan ibadah-ibadah sunnah di bulan Ramadhan. Sebab di bulan mulia ini, pahala yang Allah berikan untuk ibadah sunnah yang kita lakukan adalah senilai dengan pahala ibadah wajib di bulan selain Ramadhan.

Bahkan dalam sebuah Hadits Qudsi Allah swt berfirman:

“Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya,”

Kikir dan Rakus Harta Benda

Salah satu sasaran utama diperintahkannya berpuasa adalah agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan, minum, maupun pada harta benda. Oleh karena itu, berinfaq, sedekah, termasuk di dalamnya memberi makan orang yang berpuasa adalah amalan yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan karena mempunyai nilai yang amat tinggi di sisi Allah.

Namun apabila di bulan mulia ini masih saja menjadikan kita kikir berbagi kepada sesama, maka alangkah meruginya kita karena termasuk dalam golongan orang-orang yang gagal meraih keutamaan Ramadhan.

Malas Membaca Al Qur’an

Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur’an. Orang-orang shalih di setiap masa menghabiskan waktunya baik siang maupun malam di bulan Ramadhan untuk membaca Al Qur’an.
Rasulullah saw bersabda:

Ibadah umatku yang paling utama adalah membaca Al Qur’an.” (HR.Baihaqi)

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al Qur’an sebagai pedoman hidup. Jangan sampai kita gagal meraih keutamaan Ramadhan hanya karena malas membaca Al Qur’an.

Mudah Marah

Rasulullah saw bersabda:

“Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang di antaramu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah ‘Sesungguhnya saya sedang berpuasa’.”

Ramadhan adalah bulan kekuatan. Rasulullah saw bersabda:

“Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”

Gemar Bicara Sia-sia dan Berdusta

Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan Az-Zur (persaksian palsu), maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR.Bukhari)

Umar ra. Berkata, “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.”

Memutus Silaturrahim

Ketika menyambut datangnya Ramadhan, Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa menyambung tali persaudaraan di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya, pada hari ia berjumpa dengan-Nya.”

Menyia-nyiakan Waktu

Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura.

Rasulullah saw bersabda:

"Diantara tanda kesempurnaan iman seseorang ialah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya." (HR.Tirmidzi)

Abai Pada Malam Lailatul Qadr

Sudah umum terjadi pada kebanyakan orang, saat hari-hari terakhir Ramadhan justru menjadi hari-hari sibuk untuk mempersiapkan hari raya. Hari-hari dihabiskan untuk ber-'thawaf' di mal-mal demi berburu kebutuhan hari raya. Malam-malamnya pun dihiasi dengan kesibukan menyiapkan kue-kue lebaran.

Sungguh meruginya. Padahal di sepuluh hari terakhir Ramadhan, pada satu malamnya terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadr.

Namun kebanyakan orang sering abai dengan hal ini, dan menggesernya dengan berbagai keperluan duniawi yang sebenarnya bisa dipersiapkan jauh-jauh hari, bahkan sebelum Ramadhan tiba.

Inilah diantara hal-hal yang dapat menggagalkan Ramadhan kita. Semoga kita semua dijauhkan dari hal-hal yang dapat menggagalkan upaya kita dalam meraih keutamaan Ramadhan. Dan semoga Allah swt memberi kita kekuatan untuk meraih kesuksesan hakiki, sukses menjadi generasi muttaqin. Wallahu’alam Bi Showwab.
(Haifa Ramadhan/ dari berbagai sumber)
Repost dari SuaraIslam online
»»  READMORE...

Rabu, 18 Juli 2012

Menyikapi Perbedaan dalam Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan


Oleh
Muhammad Singgih 


DALAM syari’at Islam, kolektifitas (keberjamaahan) dalam pelaksanaan sebagian ibadahnya mempunyai kedudukan yang sangat urgen dan strategis. Hal ini berangkat dari sebuah mainstream bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi prinsip wahdah al-ummah (persatuan ummat)  sebagai salah satu risalah (visi) penting dalam kedudukannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Maka salah satu sarana untuk mewujudkan visi tersebut disyariatkanlah beberapa jenis ibadah Jama’iyyah yang selain fungsi utamanya adalah pembuktian penghambaan seorang hamba kepada Allah Azza Wa Jalla, di lain sisi ia juga memuat nilai-nilai keberjamaahan yang sangat kental.
Dari sisi jumlah individu pelaksana sebuah ibadah yang disyari’atkan, maka ibadah tersebut dibagi menjadi dua bagian besar;
Pertama: Ibadah Fardiyah (individual). yaitu ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan secara individual (perseorangan) tanpa melibatkan orang lain (jama’ah), contohnya: Amalan hati berupa niat, keikhlasan, rasa takut kepada Allah, begitu juga sebagian amalan anggota badan seperti membaca al-Quran, melaksanakan thawaf di Ka’bah, sa’i antara  Shofa dan Marwa dan juga seperti sholat sunnah rawatib dan yang lainnya.
Kedua: Ibadah Jama’iyyah (Kolektif). Yaitu ibadah yang disyariatkan untuk dilaksanakan oleh kaum muslimin secara berjama’ah dan bersama-sama, seperti: Sholat Jum’at, sholat dua hari raya, Wukuf di Arafah bagi Jama’ah haji, Jihad fi sabilillah dan yang lainnya.
Dalam aplikasinya ibadah jama’iyyah mempunyai beberapa batasan yang perlu diperhatikan, di antaranya:
Pertama; penetapan bahwa ibadah tersebut boleh dilakukan secara berjama’ah adalah tawqifiyah (belandaskan wahyu). Artinya dalam hal ini seorang Muslim tidak dibenarkan menetapkan bentuk  sebuah ibadah menjadi ibadah jama’iyyah kecuali hal tersebut didukung oleh dalil-dalil syari’at yang jelas.
Sebagai contoh sederhana: Sholat sunnah rawatib -baik sebelum atau sesudah sholat fardhu- tidak boleh dilaksanakan dalam bentuk berjama’ah. Begitu pula sebaliknya, ibadah yang telah disyari’atkan pelaksanaannya secara berjama’ah maka tidak boleh dilakukan secara individual kecuali ada dalil syar’i yang membolehkannya. Hal ini berangkat dari kaidah umum dalam persoalan ibadah “al-Ashlu fi al-‘Ibaadat al-Tahriim”. Hukum asal penetapan sebuah ibadah adalah haram sampai ada dalil yang membolehkannya.
Kedua; Ketaatan kepada Imam (Pemimpin) dalam Ibadah Jama’iyyah. Dalam konteks sholat berjama’ah misalnya, ada imam dan ada makmum. Maka sang makmum tidak boleh melakukan tindakan yang menyalahi posisinya sebagai makmum yang menjadikan imam sebagai patokan dalam pelaksanaan ibadah sholat. Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda:
إنما جعل الإمام ليؤتمّ به، فلا تختلفوا عليه
Artinya: “Seseorang dijadikan imam (dalam sholat) untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya.” (HR. Bukhari No. 722 & Muslim No.414).
Tidak boleh seorang anggota jama’ah Jum’at melaksanakan sholat Jum’at terlebih dahulu sebelum khatib selesai berkhutbah. Sebagaimana dilarang mendirikan jama’ah baru dalam sebuah masjid sebelum jama’ah yang sebelumnya selesai melaksanakan sholat berjamaahnya. Apalagi dalam jihad fi Sabilillah maka seorang pasukan kaum Muslimin tidak boleh menyelisihi strategi dan instruksi panglima perang yang ditunjuk. Dalam hal ini Perang Uhud (Thn ke- 5 H) dapat dijadikan pelajaran penting betapa ketaatan kepada pemimpin menjadi syarat utama sebuah kemenangan.
Ketiga; Dalam ibadah Jama’iyyah yang memungkinkan terjadinya perbedaan ijtihad maka keputusan akhir dikembalikan kepada imamah syar’i (kepemimpinan) atau otoritas yang ditunjuk dan disepakati dalam hal ini Waliy al-Amr kaum Muslimin, selama yang mereka putuskan tidak melanggar ketentuan dan kaidah-kaidah syariat.
Waliy al Amr dan Solusi Keberjamahan
Dalam skala jamaah yang jumlahnya kecil, meskipun seorang makmum memandang bahwa qunut dalam sholat shubuh tidak disyariatkan dan imam meyakini bahwa qunut tersebut sesuatu yang disyariatkan, sang makmum tidak boleh mendahului imam sujud atau bahkan membatalkan sholatnya karena perbedaan ijtihad.
Dalam skala yang lebih besar, wukuf di Arafah -yang merupakan puncak pelaksanaan ibadah haji- dapat dijadikan sebagai contoh. Jika seorang jamaah haji meyakini berdasarkan ijtihadnya bahwa hari Arafah jatuh sehari sebelum atau sesudah hari yang ditetapkan oleh otoritas yang berwewenang, maka ia tidak dibolehkan untuk melaksanakan wukuf sendirian di Arafah berdasarkan keyakinannya dan menyelisihi apa yang ditetapkan oleh otoritas yang berwewenang (dalam hal ini pemerintah Arab Saudi), karena wukuf merupakan ibadah yang mengedepankan kebersamaan dan persatuan jama’ah haji dalam pelaksanaannya.
Dalam sejarah, sahabat Ibnu Mas’ud –Radhiyallahu’anhu-  patut dijadikan teladan dalam masalah ini. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1/307) bahwasanya Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan  -Radhiyallahu’anhu- melaksanakan sholat di Mina sebanyak 4 rakaat (tidak diqashar), maka sahabat  Abdullah Ibn Mas’ud pun menginkari hal tersebut seraya berkata: “Aku (telah) ikut melaksanakan sholat di belakang Nabi –Shallallahu’alahi Wasallam-, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar dan di awal masa pemerintahan Utsman sebanyak 2 rakaat (diqashar), kemudian setelah itu Utsman melaksanakannya secara sempurna (tidak diqashar).” Kemudian Ibnu Mas’ud mengerjakan 4 rakaat (di belakang Utsman). Lantas beliau ditegur: “Engkau mencela Utsman tetapi engkau (mengikutinya) melaksanakan 4 rakaat.” Beliau berkata: “Berselisih itu Jelek”. Keyakinan Ibnu Mas’ud bahwa sholat di Mina disyariatkan untuk diqashar, tidak menghalangi beliau untuk tetap bermakmum di belakang Amirul Mukminin Utsman ibn Affan yang melaksanakannya secara sempurna, meskipun beliau tetap menginkari hal itu, tetapi karena itu adalah ibadah jama’iyyah maka keberjamaahan lebih harus didahulukan dari keyakinan pribadi.

Puasa Ramadhan adalah salah satu bentuk ibadah jama’iyyah dalam syari’at Islam. Ia bersentuhan secara erat dengan makna keberjamaahan baik dari sisi waktu pelaksanaannya, tatacaranya, bahkan dalam beberapa sisi yang lain makna kebersamaan, persatuan, empati dan semangat berbagi kepada sesama sangat menonjol dalam amaliyah Ramadhan, seperti: sholat tarawih, sedekah dan zakat fitrah. Hal ini menunjukkah bahwa salah satu di antara maqshad (tujuan) dan hikmah disyariatkannya ibadah puasa Ramadhan adalah terwujudnya syiar kebersamaan (baca keberjama’ahan) yang solid  di antara komponen ummat Islam.
Dalam konteks keberjama’ahan ummat Islam Indonesia –sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia- amatlah sangat disayangkan dan disesalkan jika dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan sering kali diwarnai oleh perbedaan antara beberapa komponen ummat (baca: ormas Islam), tanpa ada usaha yang serius dalam mencari solusi konkrit mengatasi perbedaan tersebut.  Hal ini tentunya bertolak belakang dengan visi keberjamaahan dan kebersamaan dalam ibadah puasa Ramadhan itu sendiri.
Padahal jika ditelusuri lebih seksama, perbedaan tersebut dapat di atasi jika tiga karakteristik ibadah Jama’iyyah di atas dapat diaplikasikan dengan penuh kedewasaan tanpa mengedepankan sikap fanatik dan egoisme masing-masing ormas yang berbeda. Tentunya dalam hal ini, peran Kementerian Agama dan MUI -sebagai pemegang mandat Waliy al-Amr seharusnya dapat lebih tegas dalam menyikapi perbedaan ini. Hal ini tentunya sejalan dengan tuntunan Nabi –Shallallahu’alaihi Wasallam- yang bersabda:
الصوم يوم تصومون، والفطر يوم تفطرون، والأضحى يوم تضحون
Artinya: “Puasa (Ramadhan) adalah di saat kalian semuanya berpuasa, dan (hari ‘Ied) fitri  (berbuka dan tidak berpusa) adalah di saat kalian semua ber’iedul fitri, dan hari berkurban (‘Ied al-Adha) adalah di saat kalian semua berkurban.” (HR. Abu Dawud No. 2324, al-Tirmidzy No. 697 & Ibn Majah No. 1660. Dan hadits ini disahihkan oleh syekh al-Albaniy dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud 2/50 & Shahih Sunan al-Tirmidzy 1/375).

Imam al-Tirmidzy berkata: “Makna (hadits) ini adalah bahwasanya (pelaksanaan) puasa dan idul fitri dilakukan bersama jamaah dan mayoritas manusia (kaum muslimin). (Sunan al-Tirmidzy, No. 697).

Imam al-Khattabiy berkata: “Makna hadits adalah bahwasanya kesalahan dalam masalah ijtihad adalah perkara yang ditolerir dari ummat ini, jika sekiranya satu kaum berijtihad lantas menggenapkan puasa mereka sebanyak (30 hari) lantaran mereka tidak melihat hilal kecuali setelah tanggal 30 (Ramadhan),  kemudian terbukti bahwa (Ramadhan) hanya berjumlah 29 hari. Maka puasa dan ‘Ied Fitri mereka tetap sah, dan tidak ada dosa dan celaan buat mereka. Begitu juga dalam ibadah haji jika sekiranya mereka salah dalam (menetapkan) hari Arafah maka mereka tidak perlu mengulangi haji mereka, dan begitu juga dengan kurban mereka hukumnya tetap sah, dan sesungguhnya ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan kelembutan Allah terhadap hamba-Nya.” (Dinukil oleh Ibn al-Atsir dari al-Khattabiy dalam kitab Jami’ al-Ushul 6/378).
Apalagi jika setiap ormas Islam yang berbeda pendapat itu memahami makna salah satu kaidah fikih “Hukm al-Haakim Yarfa’ al-Khilaf” yang bermakna Keputusan yang ditetapkan oleh hakim/pemerintah menyudahi perbedaan yang didasarkan oleh perbedaan ijtihad. Wallahu Ta’ala A’lam Wa Ahkam.*/Dir’iyyah, 19 Sya’ban 1433 H.
oleh: Oleh: Ahmad Hanafi (Mahasiswa S3 Jurusan Tsaqafah Islamiyah di King Saud University Riyadh )
»»  READMORE...

Sabtu, 14 Juli 2012

Umat Islam Lebih Suka Bank Riba’ daripada Bank Syariah

Sungguh mengherankan, ternyata umat Islam Indonesia lebih suka  menyimpan dananya di Bank Konvensional (Bank Riba’) daripada Bank Syariah (Bank Islami). Terbukti hingga sekarang asset Perbankan Syariah hanya 5 persen (Rp 150 triliun) daripada asset Perbankan Nasional yang mencapai Rp 3.000 triliun.

“Meski MUI telah mengeluarkan Fatwa tahun 2004 lalu mengenai Haramnya Bunga Bank, namun ternyata tidak terjadi rush  dimana umat Islam memindahkan dananya ke Bank Syariah. Terbukti Hingga sekarang asset Perbankan Syariah hanya 5 persen dari asset Perbankan Nasional. Namun saya optimis dalam 10 tahun mendatang asset Perbankan Syariah bisa mencapai 15 persen Perbankan Nasional.”

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Eddy Setiadi, menjawab pertanyaan Suara Islam Online pada acara  Diskusi Perbankan Syariah di Bandung, Sabtu (7/6). Turut berbicara dalam diskusi dengan tema “Perbankan Syariah, Potensi dan Tantangan Bagi Pembangunan Ekonomi Ummat dan Bangsa” tersebut Deputi Direktur Departemen Perbankan Syariah BI, Dani Gunawan Idad dan Deputi Direktur Grup Hubungan Masyarakat BI, Hari Murti.

Menurut Eddy Setiadi, sekarang jumlah nasabah Bank Syariah mencapai 9,1 juta orang sedangkan Bank Konvensional sebesar 50 juta orang. Dengan asset Perbankan Syariah hanya 5 persen dari Perbankan Nasional,  menunjukkan golongan agniya (kaya) dari umat Islam Indonesia belum bersedia memindahkan dananya ke 10 Bank Umum Syariah (BUS) yang saat ini beroperasi di Indonesia.

“Alhamdulillah, sekarang seluruh Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga perdagangan dan lain sebagainya telah menggunakan Bank Syariah,” ungkap Eddy Setiadi.

Sementara itu Deputi Direktur Grup Humas BI, Hari Murti, menambahkan justru di negara Barat dan non Muslim lainnya, Bank Syariah berkembang sangat pesat. Sebab mereka mengetahui akan nilai-nilai kebaikan dari Bank Syariah yang mengharamkan riba’ tersebut.

“Perbankan Syariah di Eropa dan AS serta negara non muslim lainnya seperti Jepang, China, India dan Amerika Latin justru berkembang sangat pesat,” ungkap Hari Murti.

Dikatakannya, Bank Syariah berkembang bukan karena tergantung mayoritas umat Islam seperti di Indonesia, tetapi karena yang dijual adalah nilai-nilai kebaikan dari Perbankan Syariah. Jadi kebaikan Ekonomi Syariah justru ditangkap di negara-negara Barat dan non Muslim lainnya, bukan di negara mayoritas Islam seperti Indonesia. Sampai sekarang umat Islam Indonesia masih kurang peduli terhadap perkembangan Bank Syariah.

“Hanya 15 persen umat Islam Indonesia yang menyimpan dananya dengan berpedoman ‘pokoknya syariah’, sedangkan 85 persen masih berpedoman ‘pokoknya untung’, ujar Hari Murti. (*)

repost dari suara-islam.com
»»  READMORE...

Jumat, 13 Juli 2012

Khamer untuk Menghangatkan Badan Di Wilayah yang Dingin


 Dari perbincangan yang agak serius dengan seorang teman di depan kantor jurusan manajemen saat menunggu proses administrasi. Maka tercetuslah niatan untuk memposting artikel ini. Tentang pernyataannya mengenai dibolehkannya minuman khamer jika ditujukan untuk menghangatkan badan di wilayah yang ilklimnya ekstrem dan dingin. Semoga artikel ini memberikan manfaat bagi kita sekalian.


Kita sering mendengar ditengah masyarakat,untuk menilai perbuatan seseorang tidak bisa hanya dilihat dhohir (fisik) siapa tahu hati atau niatnya baik, bukankah semua perbuatan tergantung niat. Akhirnya dari pemahaman ini yang haram menjadi halal seperti contoh : banyak orang membenarkan WTS atau Pekerja Seks Komersial karena niat mereka mencari nafkah, minum khamr (miras) asal tidak mabuk hanya untuk menghangatkan badan sehingga sholat tenang tidak kedinginan, menghalalkan pacaran dengan niat pendekatan untuk menuju pernikahan, dan masih banyak kasus lain yang mereka benarkan padahal jelas prbutannya haram, hanya karena niat yang baik jadilah halal.

ASAL-USUL KHAMR
Pada zaman Rasulullah, masyarakat Arab memiliki kebiasaan memproduksi dan mengkonsumsi khamr (air api).  Namun demikian, kebiasaan ini berangsur-angsur mereka tinggalkan semenjak Allah SWT menegaskan berbagai dampak buruk khamr yang dapat menguras harta benda dan merusak akal sehat, seperti tertuang dalam QS.An-Nahl:67, yang menyatakan: “Dan dari buah kurma dan anggur, bisa kamu buat minuman memabukkan dan rizki yang baik.  Sesungguhnya pada yang demikian ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah SWT bagi orang-orang yang memikirkan.”
Umar.ra menangkap pesan ayat itu dalam konteks realitas masyarakatnya. Ia kemudian berdoa:”Ya Allah, jelaskan kepada hamba-Mu ini secara tuntas tentang khamar, karena ternyata khamer selain menguras harta juga merusak akal.”  Allah SWT menjawab pertanyaan Umar melalui wahyu-Nya kepada Rasulullah SAW dengan paparan objektif: setitik nikmat minuman keras, menimbulkan malapetaka (dosa) besar.  Meski demikian Allah belum memberikan keputusan final.  Tampaknya manusia masih diberi kesempatan untuk membuktikan sendiri dampak buruk khamer.  Maka Allah berfirman: “Mereka bertanya kepadamu mengenai khamer dan judi.  Katakanlah, pada yang demikian itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya…”
Produksi dan konsumsi khamer jalan terus.  Umar belum puas dan kembali berdoa. Kemudian turun wahyu kepada Rasulullah saw, QS.An-Nisaa:43 yang bermaksud mempersempit waktu konsumsi khamer: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”
Umar ra masih belum puas.  Sebelum ada keputusan final, ayat itu bisa diberi kesimpulan terbalik (konklusi resiprokal), yakni boleh mabuk diluar waktu sholat.  Umarpun kembali berdoa, lantas turun wahyu kepada Rasulullah saw QS.Al-Maidah:90-91: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamer, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, supaya kamu beruntung.  Sesungguhnya setan bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diatara kamu lantaran minum khamer dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah SWT dan melakukan shalat, maka berhentilah kamu (mengerjakan itu)!”             
Mendengar ayat ini Umar berseru: Antahaina, antahaina! Kami berhenti, kami berhenti. Bumi gurun Arab yang kering kerontang itupun basah kuyup oleh banjir khamer yang ditumpahkan dari kendi-kendi.

MACAM-MACAM KHAMR
Khamr terdiri dari 2 jenis, yaitu khamr yang mengandung alkohol dan khamr yang tidak mengandung alkohol. Contoh khamr yang mengandung alkohol adalah : beraneka macam bir (Bir Bintang, Anker Bir, Bir Pilsener, Anggur Ketan Hitam, dll.), aneka jenis arak masak (ang ciu/arak merah, arak putih, arak mie, arak gentong, sake, sari tape, dll.), aneka bahan roti beralkohol (rhum, essence beralkohol, dll.), beraneka cairan yang mengandung alkohol dan keluarganya (metanol, etanol, butanol/spiritus, propanol, dll.), serta produk-produk lain, seperti : kirsch, brandy, spirits, wine, dll.
Kemudian, contoh khamr yang tidak me-ngandung alkohol adalah : ganja, morfin, opium, marijuana, sabu-sabu, extacy, serta beraneka jenis obat yang tergolong psikotropika. Psikotropika ini termasuk mukhadirot dan masuk dalam golongan al khamr. Seluruh produk tersebut di atas mengaki-batkan mabuk atau tidak sadarkan diri.

BENARKAH ALKOHOL HARAM?
Kenapa kita sibuk dengan Alkohol, padahal tidak ada satu pun ayat dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang menyebutkan bahwa Alkohol itu haram! Tapi, yang ada adalah larangan mengkonsumsi KHAMR!
Allah Swt. berfirman dalam Kitab Suci AL Qur’an sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu sholat , sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…”. QS. An Nisaa’ (4) : 43
“Mereka bertanya kepadamu tentang Khamr dan judi. Katakanlah : “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya…” QS. Al Baqoroh (2) : 219
“Hai orang-orang yang beriman! Sesung-guhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbu-atan syaithon! Maka jauhilah perbuatan-perbuat-an tersebut agar kamu mendapat keberuntungan”. QS. Al Maa’idah (5) : 90
Nah, ternyata kata kuncinya adalah Al-Khamru dan bukannya Al-Kohol. Menurut pengertian bahasa, al khamru (khamr) berarti sesuatu yang menutup akal pikiran. Al khamru berarti tertutup, dan khamarahu berarti satarahu (menutupi). Khamr sendiri berarti minuman keras yang memabukkan.
Umar ra. berkata : “Setiap (makanan dan minuman) yang bisa menutupi (menghilangkan) akal fikiran disebut khamr/arak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada suatu hadits, Nabi SAW. menjelaskan bahwa :
“Setiap yang memabukkan berarti khamr, dan setiap khamr hukumnya haram” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mengacu pada sabda Rasulullah SAW. tersebut, maka berarti setiap sesuatu yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya adalah haram.
Islam memandang bahwa khamr adalah ummul khaba’its (sumber dari segala perbuatan keji), serta miftahu kulli syarrin (kunci segala kemaksiatan). Buanyak sekali terjadi berbagai jenis kejahatan yang diawali dengan kondisi mabuk. Untuk itu, kita mesti sangat berhati-hati dengan khamr ini!

BAGAIMANA HUKUM TAPE DAN MINUMAN MEMABUKKAN 0% ALKOHOL
MUI telah meneliti permasalahan ini, dan ternyata meskipun mengandung alkohol sampai 7-10%, akan tetapi tidak ada satupun pihak yang melaporkan bahwa tape memabukkan. Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mem-fatwakan bahwa tape (tape ketela, tape ketan, brem Madiun, dll.) hukumnya adalah halal.
Begitu pula dengan buah-buahan yang mengandung alkohol tinggi (4-8%) seperti : durian, lengkeng, sirsak, nangka, dll. Ternyata tidak ada satupun ayat Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. yang mengharamkan buah-buahan tersebut. Me-ngapa? Karena ketika kita konsumsi dalam jumlah banyak, ternyata hal tersebut tidak menjadikan kita mabuk atau kehilangan akal/kesadaran.
Sebaliknya, meskipun tidak mengandung alkohol sama sekali (benarkah?!), akan tetapi, karena Bir Bintang 0% alkohol dan Greensand 0% alkohol tetap memabukkan, maka kedua jenis produk tersebut dihukumi haram oleh MUI Pusat.

BAGAIMANA KALAU SEDIKIT
            “Minuman apapun kalau banyaknya memabukkan, maka (minum) sedikit (dari minuman itu) juga haram” (HR. Bukhary dan Muslim)
Selain itu, Rasulullah SAW. juga bersabda : “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap-tiap penyakit ada obatnya. Oleh karena itu, berobatlah, tetapi janganlah berobat dengan sesuatu yang haram” (HR. Abu Daud).
Serta dikuatkan oleh hadits : “Khamr itu bukan obat, tapi penyakit” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Kanjeng Nabi SAW. sendiri mengatakan bahwa: khamr bukanlah obat (tapi penyakit), nah kenapa kita lebih percaya pada teman (yang bukan Rasul utusan Allah), lebih-lebih dukun!
PRODUK LAIN YANG MENGGUNAKAN KHAMR
Ada beberapa produk yang tidak kita sangka ternyata mengandung khamr. Produk-produk tersebut di antaranya adalah :
•    COKLAT yang mengandung khamr, seperti alkohol, etanol, brandy, whisky, kirsch, spirit, wine, dll.
•    KUE & ROTI yang menggunakan khamr berupa RHUM, seperti yang sering dipergunakan pada : roti Black Forest, cake, sus fla, dll.
•    BAKMIE & SEA FOOD yang menggunakan khamr berupa ANGCIU, seperti pada : masakan ikan (sea food), Chinese food, Japanese food, bakmie ikan, dll.
Selain Ang Ciu (Arak Merah), jenis khamr lain yang sering dipergunakan dalam aneka masakan adalah : Arak Putih, Arak Mie, Arak Gentong, Sari Tape, dan juga tentunya Mirin dan Sake (di Jepang). Tentunya, karena termasuk dalam golongan khamr, seluruh jenis arak tersebut di atas HARAM dipakai sebagai salah satu bahan dalam masakan (QS. Al Maa’idah : 90).

Makanan-makanan tersebut dikatakan haram karena di dalam makanan tersebut mengandung khamr yang memabukkan, maka makanan tersebut juga dinyatakan haram.

Mengenai keringanan Itu???
Dalam Islam tidak ada keringanan bagi orang yang tinggal di daerah dingin untuk minum khamar Islam. Namun mereka boleh minum jenis minuman apa saja asal bukan khamar. Di negeri kita ada sekoteng, kopi jahe, sarabba (makasar) dan jenis minuman hangat lainnya yang sehat, bergizi dan enak. Semua itu bisa mengusir hawa dingin dan bukan termasuk dalam khamar.

Mengapa tidak boleh minum khamar meski di daerah dingin ? Bukankah kalau sedikit itu boleh ?

Disini perlu Anda perhatikan beda antara khamar sebagai sebuah minuman yang haram, dengan hukum keharaman alkohol sebagai sebuah zat cair. Keduanya sering diidentikkan meski keduanya sebenarnya berbeda dan punya hukum sendiri.


Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab

Referensi:
http://syabab1924.blogspot.com/2006/06/tidak-semua-perbuatan-tergantung-niat.html
http://satrioarissetiawan.blogspot.com/2012/01/yang-haram-itu-khamr-bukan-alkohol.html
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/minuman-yang-mengandung-alkohol-khamr.html
»»  READMORE...

Tidak Ada Pekerjaan Tetap, tetapi Tetap Bekerja

DI MASJID komplek tempat saya tinggal, jamaah shalat dhuhurnya kini hampir sama banyaknya dengan shalat fardhu lainnya. Kok bisa? Bukankah penghuninya pada ke kantor di siang hari? sebagiannya memang demikian, tetapi cukup banyak yang mulai bekerja di rumah.  Yang pada bekerja di rumah ini sebagian memiliki pegawai beberapa orang, maka mereka inilah yang ikut meramaikan masjid di siang hari selain penghuni komplek sendiri.
Awalnya orang yang melihat kami siang-siang pada sarungan ke masjid, sering bertanya ‘apakah Anda tidak bekerja?’, maka sambil berseloroh kami punya jawaban yang khas untuk ini: “Kami ini adalah orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, tetapi kami tetap bekerja!”.

Inilah paradigma baru yang rupanya menular di komplek kami tinggal. Belasan tahun lalu ketika saya mulai masuk komplek ini, saat itu hampir semua orang bekerja di kantor sehingga masjid sepi ketika siang hari. Kini hampir berimbang antara yang bekerja di kantor dan yang di rumah. Sebagian karena usia pensiun, sebagian karena memutuskan untuk berwirausaha sebelum usia pensiun tiba, sebagian lain memang dengan bantuan teknologi kini bisa bekerja dari rumah.

Ada budaya baru yang menarik yaitu orang-orang sarungan atau pakai baju gamis ke masjid siang hari – padahal mereka orang-orang yang sibuk. Kok bisa? Kapan mereka berganti sarung atau gamisnya? Mereka tidak perlu berganti!, karena ketika mereka bekerja di rumah, tidak lagi diperlukan pakaian formal – sarungan atau bergamis-pun jadi.

Yang ikut saya rasakan adalah bahwa ketika kita tidak lagi terkendala waktu (bekerja harus pada waktu-waktu tertentu), tidak terkendala ruang (bekerja harus berkantor), tidak terkendala formalitas (bekerja harus pakai pakaian resmi, berdasi atau bahkan ber jas) maupun kendala-kendala lainnya,  maka pengaruhnya adalah pada kreativitas dan kebebasan kita untuk berpikir.

Saya misalnya, tidak kebayang dalam profesi saya yang lama ketika bekerja harus pada jam kerja pergi ke kantor di pusat kota dengan berdasi dan berjas – tetapi pada saat yang bersamaan juga mengurusi peternakan kambing di lapangan, atau berganti sarung untuk shalat dhuhur di masjid. Jangankan shalat khusu’ di masjid, shalat tepat waktu saja tidak selalu mudah bagi orang-orang kantoran.

Belenggu ruang dan waktu kerja, belenggu pakaian dan formalitas lainnya terkadang ikut membelenggu kebebasan berpikir kita dan membatasi ruang gerak kita. Istilah ‘pekerjaan tetap’ – yang dahulu menjadi kebanggaan calon mertua bila sang calon menantu sudah memilikinya, mungkin waktunya untuk direnungkan kembali sekarang.

Bila Anda memiliki ‘pekerjaan tetap’ sampai Anda pensiun, bukankah ini berarti Anda sudah memutuskan untuk diri Anda sendiri tetap sebagai pegawai sampai usia pensiun ?. Bukankah ini akan memasukkan Anda menjadi bagian dari 9 orang dari 10 orang yang tidak siap ketika pensiun tiba?

Yang jelas tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk berhijrah dari kwandrant E (Employee) ke S (Self Employed), B (Business Owner) atau bahkan I (Investor), tetapi bila Anda tidak mencobanya selagi muda – toh Anda kemungkinan juga harus menghadapinya ketika usia pensiun Anda tiba !, jadi mencobanya lebih cepat insyaallah akan lebih baik.

Yang perlu di sadari adalah bila Anda sudah di kwadrant S, B atau I , pekerjaan Anda juga tidak akan lebih ringan dari pekerjaan di kwadrant E. Terutama di awal-awal usaha, bisa jadi Anda perlu bekerja siang malam dan tidak mengenal hari libur. Bahkan ketika sukses-pun  menghampiri Anda, sukses ini tidak bersifat permanen – Anda tetap harus bekerja keras untuk mempertahankannya atau bahkan mencapai puncak sukses berikutnya.

Sebaliknya juga ketika Anda gagal, kegagalan ini tidak harus bersifat final yang membuat Anda berhenti mencoba. Anda harus terus mencobanya karena kegagalan-kegagalan inilah yang nantinya justru menempa kwalitas Anda.

Di kwadrant S, B ataupun I, jadinya Anda memang tidak memiliki pekerjaan tetap – tetapi Anda tetap harus bekerja! Wa Allahu A’lam.
Repost dari Hidayatullah.com
»»  READMORE...

Puncak pass dan Perpisahan Kelas MNJ B 2009 part 1

Pagi itu berbeda dari pagi dua hari sebelumnya, mendung yang biasa menghiasi langit dan gerimis yang menyirami bumi tidak terjadi. Seolah Sang Pencipta alam sedang berbaik hati kepada kami untuk menjalankan hajat kami. Perjalanan ke Puncak dalam rangka Perpisahan kelas MNJ B 2009. Maha Cerdas Allah dengan segala rencanaNya.
Pagi itu berbeda dari dua hari sebelumnya, karena ini adalah pengalaman saya melakukan perjalanan menuju puncak dengan menggunakan sepeda motor. Setelah semua 'kru motor' berkumpul di rumah Fajar, tepat pukul 9.30 WIB touring ke puncak dimulai dengan diiringi doa yang dipimpin oleh AAL. Ciputat dilewati tanpa hambatan, memasuki pinggiran kota Bogor  walaupun masih di wilayah Parung kendala mulai menghadang. Kemacetan panjang yang berpangkal di pasar tumpah Parung menjadi batu sandungan. Namun berkat kemahiran Siddiq memimpin rombongan dan kelihaian Budi memilih jalur membuat semua mudah dilewati dan rombongan motor tidak terpencar satu pun.
Pagi itu berbeda dari dua hari sebelumnya, waktu Dhuha terasa lebih indah dengan hamparan bukit dan pegunungan. tersaji dengan aroma surgawi khas dataran tinggi. Bukti kasih sayang Allah terhadap setiap hamba yang masih sempat bersyukur. Tanjakan tajam mulai menghadang, deru mesin motor semakin kencang, beradu dengan tasbih yang dikumandangkan rumput ilalang. Perjalanan 'kru motor' telah memasuki medan berat. Turunan tajam tersaji dengan tikungan maut nan terjal. Dibingkai dengan pemandangan yang memanjakan mata membuat semua terasa indah. Kru memutuskan untuk istirahat sebelum keluar ke jalan besar di wilayah Cisarua. Sesaat 'jiwa narsis' mulai melanda, sesi foto pun dimulai dipimpin oleh Astriani -satu-satunya wanita dalam rombongan.
Siang pun tiba, matahari tetap setia menjalankan titah Tuhannya. Teriknya membakar jalan raya saat kru memasuki wilayah cisarua. Kemacetan hebat melanda, namun kembali dengan sigap Siddiq dan Budi memimpin rombongan agar tidak terpencar. Kali ini lebih berat karena jalan menanjak, curam. Panas tetap menyengat meski udara dingin perlahan mulai terasa. Sekitar 20 menit kemacetan yang ternyata berpangkal di pintu masuk taman safari bisa dilewati. Kami berhenti sejenak untuk mengumpulkan anggota yang terpisah sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak pass.
Siang itu berbeda dari dua hari sebelumnya, sepuluh menit berselang setelah melewati kemacetan, hawa sejuk pegunungan mulai terasa. Panas terik tertutup oleh awan kumulus pegunungan, tersapu oleh angin dataran tinggi khas surgawi dan teralihkan oleh indahnya alam ciptaan Allah yang Maha Indah. Jalanan yang berkelok dengan tekstur menanjak dilewati dengan lugas oleh kru. Formasi kini lebih rapi dengan Budi di depan sebagai navigasi. Siluet At Ta'wun mulai terlihat, mesjid kebanggaan masyarakat puncak itu terlihat indah dengan latar pegunungan. Sangat sinkron dengan logo kota mereka "Tegar Beriman". Namun sayang seribu sayang, kami terpaksa melewatkan kesempatan untuk menghadap Allah saat Adzan Dzuhur berkumandang, karena mendung telah menutupi langit terang.
Siang itu berbeda dari dua hari sebelumnya, Syukur terucap, Tasbih bergema, Tahmid terdengar saat rombongan kru motor telah sampai di tujuan. Villa yang telah dipesan sebelumnya tegar kokoh menyambut kedatangan rombongan di latarbelakangi bukit dan hutan. Sungguh sesuai harapan. Nikmat yang manakah dari Tuhanmu yang engkau dustakan.
»»  READMORE...

Coretan Pertama

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ 

Assalamualaikum Wr Wb
Alhamdulillah. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Penguasa semesta alam. Karena sampai saat ini kita masih diamanahi nikmat sehat dan dititipi nikmat iman untuk menjalankan aktivitas kita. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, nabi Muhammad SAW, karena pengorbanan beliaulah sampai saat ini kita semua bisa merasakan cahaya islam yang mulia ini.

Ini adalah tulisan pertama saya di blog pertama saya, anggaplah sebagai kalimat pembuka yang insya Allah bisa dilanjutkan dengan tulisan-tulisan lainnya yang lebih bermanfaat. Amin. Dalam blog yang sederhana ini, saya akan berbagi mengenai berbagai informasi dan artikel dari bidang ekonomi, pemikiran islam, dan segala permasalahannya. Selain itu juga akan saya share artikel dan tulisan dari tokoh-tokoh yang memiliki kompetensi dalam bidangnya untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang islam.
Blog ini juga bisa digunakan sebagai forum diskusi diantara kita untuk saling membagi ilmu dan informasi mengenai hal-hal yang musykil atau informasi terbaru seputar islam. Agar kita bisa saling mengingatkan dan memperbaiki sesama muslim dan mempererat tali silaturahim.
Karena setetes hikmah, bisa membawa kita dalam cahaya hidayah dan perbaikan dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Sambil berharap akan keridhoanNya agar senantiasa bisa menaungi hari-hari kita. Tentunya dengan tetesan air mata dalam doa, gerimis keringat atas ikhtiar kita, dan ditutup dengan bertawakal kepada Allah. Zat yang maha menentukan.
Saya ingin mengakhiri mukadimah ini dengan mengutip apa yang dikatakan oleh Nabi Allah Syu'aib a.s., sebagaimana yang tercantum di dalam al-Qur'an:
"... Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak
ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah.Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nyalah aku kembali". (Huud: 88)
Salam Ukhuwah
Wassalamu alaikum Wr WB
»»  READMORE...

Kamis, 12 Juli 2012

Penelitian ilmiah pengaruh bacaan al Qur’an pada syaraf, otak dan organ tubuh lainnya.

(Arrahmah.com) - "Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Al-Qur'an...".
Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan.
Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur'an.
Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur'an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur'an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Qur'an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur'an.
Al-Qur'an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur'an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.
Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Al-Qur'an. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Al-Qur'an lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Al-Qur'an memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ).
Mahabenar Allah yang telah berfirman, "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" (Q.S. 7: 204).
»»  READMORE...