Minggu, 16 November 2014

Sekilas mengenai Prophet Parenting



Oleh: Muhammad Singgih*

B
agi orang tua, kehadiran anak merupakan dambaan dan impian bagi mereka. Hal tersebut menyempurnakan kebahagiaan setelah separuh agama yang diraih. Hadirnya keturunan, selain pelestarian klan keluarga juga merupakan pembuktian kesempurnaan anugrah Allah kepada setiap manusia. 

Rumah tangga tanpa kehadiran anak –meskipun tidak harus, rasanya terasa sepi. Dengan adanya anak, lelah pasca seharian kerja seolah sirna setelah melihat anak-anak di rumah. Tenaga yang habis di jalanan macet seolah terisi kembali setelah melihat senyuman anak-anak di rumah, bahkan si sulung yang gendut terasa enteng digendongan. Sedikit meminjam istilah ust Salim a fillah, seperti melihat seiris surga yang disiram madu, jika saat pulang tugas disambut senyum keluarga.
Bagi orang tua modern saat ini, kehadiran anak selain disikapi sebagai sebuah kebanggaan juga bisa dijadikan bahan eksitensi diri di media sosial. Sah-sah saja memang jika banyak yang upload foto hasil USG 4 dimensi nya atau sekedar update status “abis cek up di bidan Fulanah nih”. Tapi semoga para calon orang tua modern ini tidak lupa pada tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam mempersiapkan kehadiran buah hati amanah Allah ini.
Di antara keutamaan dan kesempuranaan syariat Islam ialah memuat segala sesuatu. Termasuk diantaranya adalah penjelasan hukum berkaitan dengan menanti buah hati serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Alangkah indahnya masyarakat yang mampu melaksanakan syariat Allah di muka bumi ini dimulai dari keluarganya.

Dimulai dari bersyukur
Sungguh bahagianya duhai sepasang kekasih dibingkai cinta halal dan resmi setelah beberapa bulan mengarungi rumah tangga, tanda kehadiran buah hati mulai dirasa. Perut mual dan tidak enak badan diperkuat dengan hasil test pack dan pemeriksaan bidan senior di depan komplek perumahan. Maka hendaklah bersyukur kepada Allah atas nikmat tak terkira dari Nya. Dalam Al Quran, Allah mengisahkan tentang sepasang suami istri yang berdoa kepada Rabb nya tatkala sang istri sedang mengandung.
Allah berfirman:





 

“Dialah yang menciptakan kalian dari satu manusia dan menjadikan dari istrinya, agar dia merasa tenteram dengannya. Maka setelah dia mengumpulinya, istrinya mengandung kandungan ringan, terus merasa ringan beberapa waktu. Tatkala ia merasa berat, maka keduanya berdoa kepada Rabbnya, seraya berkata: “ sesungguhnya jika engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur”, tatkala Allah memberi anak yang sempurna kepada keduanya, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak anak yang telah dianugerahkan kepada keduanya. Maha suci Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (QS, Al Araaf: 189-190)

Ayat tersebut di atas menunjukan hendaklah orang tua bersyukur kepada Allah sebagaimana keduanya berdoa kepada Allah tatkala bayi tersebut masih di dalam kandungan.


Semasa penantian dalam beratnya beban yang dibawa sang istri, atau amanah berat si suami berikhtiar kumpulkan materi sambil isi kajian di sana sini.

Suatu riset yang berangkat dari pengaruh kuat  kepercayaan masyarakat barat menyatakan bahwa, musik klasik alunan Mozart bisa menjadikan janin dalam kandungan kelak menjadi anak yang jenius dan cerdas. Maka masyarakat Indonesia seolah latah mengikuti terapi dan metode ini. Meskipun belakangan dalam studi termutakhirnya kepercayaan tersebut mulai dibantah. Jakon Pietschnig dari University of Vienna dalam riset berjudul Mozart Effect mengemukakan kesalahan besar musik melegenda ini. Dengan 3000 partisipator, hasil penelitiannya adalah tidak ada stimulus intelegensi apapun pada seseorang setelah mendengarkan musik mozart.
Bagi kita kaum muslimin ada cara jitu lain, membaca Al Quran merupakan suatu kewajiban yang harus kita jalankan. Tak terkecuali bagi calon ibu yang sedang mengandung janin calon jundullah di muka bumi. Maka membaca Al Quran saat mengandung sangatlah dianjurkan oleh kalangan ulama. DR Nurhayati dari Malaysia dalam penelitian yang dipublikasi dalam seminar konseling dan psikoterapi islam, mengungkapkan setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang gelombang tertentu. Dan ternyata membaca Al Quran yang dibaca tartil sesuai  dengan ilmu tajwid mempunyai frekuensi dan panjang gelombang yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikan keseimbangan tubuh. Subhanallah. Maka membacakan Al Quran atau sholawat atas nabi bisa dilakukan selama masa menunggu kehadiran buah hati, selain bisa menenangkan jiwa, bacaan Al Quran bisa juga jadi makanan ruhani bagi bunda dan janinnya. Beruntunglah bagi temen-temen yang ketemu jodoh di komunitas ODOJ (One Day One Juz).
KH Fakhrudin Al Bantani dalam suatu kajian mengungkapkan, para ulama menganjurkan membacakan surat Yusuf atau surat Maryam semasa janin dalam kandungan. Alasannya adalah karena dalam kedua surat di atas mengandung ayat-ayat pendidikan yang sangat baik ditanamkan di masa awal pertumbuhan janin. Contohnya dalam QS Maryam ; 12-14



Dan bagi calon ayah, bekerja dan usaha mencari nafkah terasa menjadi lebih semangat, dobel. Menghitung hari jadi bulan menanti penerus nasab hadir ke muka bumi menjadi tentara Allah penegak syariat. Persiapan untuk biaya pra persalinan dan pasca persalinan yang tidak sedikit, membuat butir keringat yang mengkristal terasa ringan dan nikmat karena bernilai pahala di sisi Rabbnya. terkadang sepulang kerja masih ditunggu untuk mengisi kajian mentoring atau anak-anak TPA di sekitar rumah untuk melancarkan bacaan IQRA nya, menjadikan waktu istarahat tinggal sedikit. Saat itu nasyid shoutul harakah atau snada  bisa jadi teman melepas lelah.

Selamat menikmati masa tunggu kehadiran buah hati sambil tilawah dengan tajwid tepat, tartil dan suara merdu. Dan bagi yang masih menunggu calon ustadz/ustadzah di rumah mu kelak, selamat menunggu dalam ketangguhan menjaga syahwat bernilai jihad.

Saat ia hadir sambutlah dengan Adzan di telinga kanan dan Iqamat di telinga kiri
Dari ibnu Abbas, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu alaihi wasalam adzan di telinga al Hasan Bin Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri.”
Hadist populer di atas diriwayatkan oleh Al baihaqi dalam syu ‘abul iman dan juga Ibnul Qayyim dalam Tuhfatul maudud bi ahkamil maudud.
Meskipun ada sedikit perbedaan pandangan terhadap sunnah ini, namun hal tersebut bukanlah hal yang perlu diperuncing dan mendebat dalam simposium kusir panjang lebar. Di samping cukup populer dan membudaya di masyarakat Indonesia, menurut Ibnu Al Qayyim dalam Tuhfat Al Maudud fi ahkam al maulud, mengumandangkan Adzan dan Iqomah juga mempunyai beberapa hikmah, diantaranya adalah mengajarkan kepada sang bayi tentang kebesaran Tuhannya sekaligus meneguhkan kalimat tauhid dalam jiwanya semenjak dia dilahirkan ke dunia ini. Selain itu juga sebagai pelindung dari gangguan jahat setan dan jin yang selalu mengincar anak manusia.


Lalu di-tahnik, ah terdengar asing
Ada sunnah Rasul yang jarang kita dengar apalagi melaksanakannya di masyarakat. Tahnik  namanya, mengunyah sesuatu makanan lalu meletakannya di langit-langit mulut bayi. Biasanya makanan yang digunakan adalah kurma, jika tidak ada bisa diganti dengan  madu atau pisang, bisa juga yang lainnya. Dan dianjurkan orang yang men-tahnik bayi adalah orang yang memiliki keutamaan, kebaikan dan ilmu.
Dari Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata: anak lelakiku baru saja lahir, lantas aku membawanya kepada Nabi Shallalhu ‘alaihi wasalam, sesampainya di hadapannya, beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam memberinya nama Ibrahim, lalu mentahnikya dengan kurma dan memohonkan keberkahan baginya, setelah itu beliau Shollallahu ‘alaihi wa salam serahkan lagi kepadaku” (HR Bukhari dan Muslim)


Beri nama yang baik dan jangan lupa Aqiqah
Diantara kewajiban orang tua atas anaknya adalah memberi nama yang baik, dalam pemberian nama sangat dianjurkan untuk minta saran dari murrabi atau orang sholeh yang kita kenal di sekitar rumah. Karena nama adalah doa dan memiliki makna harapan di masa mendatang, berilah anak nama yang baik. Jadi idiom barat tentang “apalah arti sebuah nama” sungguh sangat membingungkan.
Lalu tujuh hari pasca kelahiran, selain berikan nama laksanakan juga cukur rambut bayi dan aqiqah. Dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan seekor untuk bayi perempuan. Berangkat dari hadist berikut:
Dari Aisyah dia berkata: Rasulullah bersabda: “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Sejatinya banyak sekali tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Maaf, atau bahasa populernya afwan, fasal Walimatul tasmiyah, aqiqah dan i’dhzar (khitan) akan dibahas dalam ulasan berikutnya. Di lain kesempatan akan kita share juga soal pendidikan yang tepat bagi anak berdasarkan cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat, kemudahan dan kebenaran dalam penulisan ini adalah karunia dari Allah SWT, sementara kesalahan baik redaksi ataupun pemahaman adalah kelemahan saya dalam dangkalnya ilmu.

Daftar bacaan:
·         Kajian rutin KH Fakhrudin Al bantani
·         Blog: syiarislam.net
·         Muslimah.or.id
·         Terusbelajar.wordpress.com
·         Mulandari.wordpress.com
Semoga jadi amal jariah bagi mereka di atas.
»»  READMORE...

Senin, 03 Maret 2014

Syaikh Abu Zahrah bicara Illat dan Hikmah

Oleh
Muhammad Singgih 

Dalam suatu seminar sarasehan Jilbab Syari di suatu kampus (bukan kampus Saya lho meskipun kampus saya..... ah sudahlah), untuk merumuskan ketentuan busana muslimah mahasiswinya, terjadilah perbincangan hangat yang timbulkan hasrat untuk posting tulisan ini. Sekaligus tunaikan janji pada teman-teman FB dan Twitter. Singkat kisah, diskusi berjalan menarik. Narasumber menceritakan perjuangannya saat kuliah di Amerika dalam berbusana muslimah. Ekspresi pejuang jilbab pada dirinya terasa saat ia menampilkan puisi The Way not Taken nya Robert Frost dalam slide pertamanya.
Tugas Liberal adalah bertanya
Salah seorang audiens dengan pertanyaan serius berbekal (kalo ngga salah) kitab Lubaabun Nuqul fii Asbaabin Nuzuul (Imam As Suyuthi) melontarkan pertanyaan canggih: “Kalau kita baca latar belakang turunnya Surat Al Ahzab 59, maka kita akan menemukan konteksnya.
Hai Nabi,katakanlah pada istri- istrimu,anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin:”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.”Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.33 al-Azhab:59)r
“Pada waktu itu, ada seorang muslimah yang diganggu oleh beberapa pemuda. Maka dia mengadu pada Rasulullah SAW, hingga beliau memanggil mereka. Ketika ditanya mengapa mengganggu, mereka menjawab bahwa muslimah itu tidak menunjukan ciri muslimah, tak dikenali entah merdeka atau budak. Maka turunlah ayat ini yang konteksnya adalah identitas dan perlindungan. Jadi intinya bukan jilbabnya, tapi agar ia tidak diganggu. Nah, di masa sekarang ketika para muslimah tak diganggu, masih relevankah jilbab?”.
Dan saya paham mengapa sang ibu narasumber menjadi emosional menjawabnya. “kita ini sudah selangkah maju!. Jangan dimundurkan lagi dengan konteks atau pemahaman yang neko-neko. Hargailah mereka yang punya semangat untuk menjalankan perintah Allah”. Sepertinya ibu narasumber lupa, bahwa kerjaan kaum liberal memang bertanya dan berwacana.
Pernyataan lebih kontroversi kerap dilontarkan oleh tokoh-tokoh liberal di Indonesia. Bahkan ada yang menyamakan baju renang dengan jilbab karena alasan situasional. “Baju renang untuk situasi berenang jilbab untuk situasi ngaji”. “Jilbab budaya arab jadi tak usah diikuti di Indonesia”. Astagfirullah...  (sekali-kali stalking dah akun twitternya Ulil atau zuhairi misrawi).
Memijakan Pemahaman
Menurut Prof Muhammad Hosen, paradigma fiqh liberal dalam memandang sebuah nash (Al Quran dan Hadist) bukan dalam harfiah teksnya (tekstual), tapi menggali untuk menemukan ruh atau semangatnya (Kontekstual). Dalam paradigma ilmiah sederhana hal ini selesai terbantai. Karena Objektivitas teks berubah menjadi subjektivitas penafsir teks. Jadi sudah tidak ilmiah dari sejak awal.
Dalam kasus penanya ini,
Bahwa para Ulama kita membedakan antara Illat dengan hikmah. Illat wajibnya jilbab adalah ayat Al Ahzab 59 tadi. Sedangkan hikmahnya, adalah agar lebih mudah dikenali sehingga tidak diganggu. Hilangnya hikmah tidak meniadakan hukum. Karena hukum berkaitan dengan Illat bukan dengan hikmah.
Dan sadarkah kita hikmah berjilbab pun belum hilang hingga sekarang, jilbab memberikan rasa aman pada wanita muslimah. Karena telah menyempurnakan perintah Allah dan Allah pun melindungi mereka dari segala gangguan.
Syaikh Muhammad Abu Zahrah pun angkat Bicara
Untuk lebih memahami apa perbedaan illat dan hikmah, marilah kita sejenak membersamai Syaikh Abu Zahrah dalam kita ushul al fiqh nya. “Hikmah ialah manfaat yang tampak ketika Allah memerintahkan sesuatu, atau terhindar dari kerusakan ketika Allah melarangnya”. Sedangkan illat adalah sifat zhahir yang tepat berkenaan dengan hukum itu sendiri. Nash-nash hukum pasti memiliki illat. Nah, sumber hukum dalam Al quran dan Hadits adalah hukum illat itu sendiri sampai ada dalil lain yang menentukan lain.
Jadi bisa kita pahami, haramnya daging babi adalah karena Allah menyatakan demikian (illat).
Sementara hikmahnya mungkin karena babi adalah medium penyebaran berbagai penyakit dan terkandung berbagai bakteri, cacing pita, dan parasit. Jadi meskipun ditemukan cara mengolah daging babi agar semua penyakit dan bakteri hilang, hukum babi dan makan daging babi tidak akan berubah meski hikmahnya telah tiada. Kaidahnya adalah hilangnya hikmah tidak dapat meniadakan hukum. Mengapa? Karena sampai hari kiamat pun, takkan ada perubahan sedikit pun dalam ayat Allah yang telah mengharamkannya.
Hal yang sama Berlaku
Juga tentang zina, mengapa zina dilarang? Jawabnya adalah karena adanya ayat ini (illat): 
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS.Al Israa. ayat 32)
Sementara hikmahnya adalah agar terhindar dari berbagai macam kerusakan, sosial, pranata keluarga, serta berbagai macam Penyakit Menular Seksual semacam Sepilis, gonorrhoe dan AIDS. Dan ini hanyala hikmah, rujukan utamanya tetaplah illat.  masih ingat kan kaidah ‘hilangnya hikmah tidak akan meniadakan hukum’ sebab ayat di Al Quran tetaplah sama hingga akhir zaman.
Jadi meskipun ditemukan berbagai macam alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit PMS tadi dan menyebabkan hilangnya hikmah. Hukum zina tetap sama yakni haram, karena illat pada nash Al Quran tetaplah sama hingga Akhir zaman.
Wallahu alam bishawab.
Tulisan terinspirasi dari Buku Jalan Cinta Para Pejuang sub bab ABC, Karya Ust Salim A Fillah. Semoga tulisan ini jadi amal jariyah baginya dan saya sendiri semoga keciptratan pahala dari Allah SWT. Amin.
»»  READMORE...